Pada tahun 1960,di daerah Cibodas Kec.Majalengka Tumbuh sebuah
permainan rakyat yang dikenal dengan ujungan.Permainan ini merupakan
permainan adu ketangkasan dan kekuatan memukul dan dipukul dengan
menggunakan alat yang terbuat dari rotan yang berukuran 60 cm.Pemain
terdiri atas 2 orang yang saling berhadapan,baik laki-laki maupun
perempuan,dipimpin oleh seorang wasit yang disebut Melendang.Kedua
pemain menggunakan tutup kepala yang terbuat dari kain yang diisi dengan
bahan-bahan empuk sebagai pelindung kepala.Tutup kepala demikian
dikenal pula dengan sebutan balakutak.Sasaran pukulan pada pemain
Ujungan tidak terbatas,dari ujung kepala hingga ujung kaki tanpa
tangkis.Seorang pemain dapat memukul lawannya dengan
sebanyak-banyaknya,hingga slah seorang dikatakan kalah karena tidak kuat
lagi menahan rasa sakit akibat pukulan.
Ujungan tidak dikategorikan seni beladiri,karena seorang pemain tidak
melakukan jurus tangkisan.Walaupun demikian,permaian ini tetap dianggap
sebagai sebuah karya seni karena didalamnya terdapat unsur
kesenian,misalnya seperangkat gamelan pencak silat yang ditabuh
sepanjang permainan Ujungan dilaksanakan.Adegan ibing pencak silat yang
dibawakan oleh kedua pemain dan bahkan malandang,disajikan sebagai bumbu
permainan ini.Sebelum melakukan pukulan,kedua pemain melkukan mincid
pencak silat yang manis.Pukulan dilakukan ditandai seruan sang
malandang:"Briuk"yang disusul kemudian dengan pukulan ke arah yang
diinginkan.
Karena sifat permainan yang terlalu bebas,maka permainan ini dianggap
terlalu berbahaya dan tidak banyak orang yang sanggup
memainkannya.Beberapa tokoh ujungan mencoba membuat
penyempurnaan-penyempurnaan,dengan cara menyederhanakan aturan
permainan.Setidaknya terdapat tiga butir aturan esensial yang terdapat
pada aturan permainan yang baru,yaitu: (1)seorang pemain diperkenankan
memukul sebanyak 3 kali pukulan. (2)sasaran pukulan hanya sebatas betis
bagian belakang,tidak boleh lebih dari itu. (3)pemain dapat bermain pada
kelas yang ditentukan menurut usia,misalnya golongan
tua.menengah,pemuda dan anak-anak.
Seiring dengan berlakunya peraturan yang baru itu,maka nama ujungan pun
ditinggalkan.Nama permainan yang lebih populer adalah Sampyong yang
menurut beberapa narasumber berasal dari bahasa China,yaitu Sam=tiga dan
Poyong=pikulan.Nama baru itu terucap begitu saja dari salah seorang
penonton keturunan China ketika ia menyaksikan permaian tersebut.Kiranya
ia tertarik pada jumlah pukulan pada permainan itu hingga kemudian
terucap kata Sampyong yang kemudian melekat menjadi sebutan permaianan
sampai sekarang.
Tokoh-tokoh yang berjasa mengembangkan seni Sampyong antara lain:
Sanen (almarhum),Abah Lewo,Mamg Kiyun,Mang
Karta,K.almawi,Baron,Toto,Komar,Anah,Emin dan beberapa tokoh lainnya
yang tersebar dibeberapa daerah di Majalengka:berkat keuletan para tokoh
itu,Sampyong tersebar di beberapa daerah lainnya,seperti
Cibodas,Kulur,Sindangkasih,Cijati,Simpeureum,dan beberapa daerah
lainnya.sebagai kehormatan,kelompok seni Sampyong Mekar Padesan dari
Simpeureum pernah mewakili Jawa Barat pada event pertunjukan seni olah
raga di Bali pada waktu yang lalu. (M.saroni.Drs.MAg)Profil kesenian
daerah KAbupten Majalengka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar